Kompetensi dasar 12 Memahami
perkembangan Islam di dunia
Standar kompetensi 12.1 Menjelaskan perkembangan Islam di dunia
12.2 Menampilkan contoh perkembangan
Islam di dunia
12.3 Mengambil hikmah dari perkembangan
Islam di dunia
Islam dimulai dengan ajaran Muhammad saw., di tempat kelahirannya
Mekkah; sifat-sifat yang menjadi ciri agama baru ini dikembangkan setelah
beliau pindah ke Madinah dalam tahun 622 M. Sebelumnya beliau wafat sepuluh
tahun kemudian, telah jelaslah sudah bahwa Islam bukannya semata-mata merupakan
suatu badan kepercayaan agama pribadi, akan tetapi Islam meliputi pembinaan
suatu masyarakat merdeka, dengan sistem sendiri tentang pemerintahan, hukum,
dan Lembaga Generasi Muslimin pertama, telah menginsafi bahwa Hijrah adalah
satu titik perubahan penting dalam sejarah. Merekalah yang menetapkan tahun 622
M sebagai permulaan takwin Islam baru.
Dengan pemerintah yang kuat, cerdas, dan satu kepercayaan
yang menggelorakan semangat penganut-penganut dan tentara-tentara dalam waktu
yang tidak lama, masyarakat baru ini menguasai seluruh Arabia Barat dan mencari
dunia baru untuk ditundukkan.
Setelah sedikit kemunduran pada wafat Muhammad saw.,
gelombang penaklukan bergerak dengan cepat di Arabia bagian Utara dan Timur,
berani menyerang kubu-kubu pertahanan di perbatasan kerajaan Romawi Timur di
Syirq al-Ardun dan kerajaan Persia di Irak. Selatan. Angkatan-angkatan perang
kedua kerajaan raksasa ini –karena perang tidak henti-hentinya– telah kehabisan
kekuatan, dikalahkan satu-persatu dalam suatu rangkaian operasi cepat dan cemerlang.
Dalam waktu enam tahun sesudah Muhammad saw. wafat, seluruh Siria dan Irak
diharuskan membayar upeti kepada Madinah, dan empat tahun kemudian Mesir
digabungkan pada kerajaan Islam baru.
Kemenangan-kemenangan yang mengagumkan tadi, mendahului
kemenangan yang lebih besar lagi akan membawa orang Arab dalam waktu kurang
dari satu abad ke Maroko, Spanyol, Perancis, pintu-pintu kota Konstantinopel,
jauh ke Asia Tengah sampai ke Sungai Indus, membuktikan sifat Islam sebagai
suatu kepercayaan kuat, insaf akan harga diri, dan jaya. Sifat ini
mengakibatkan pendirian yang tidak kenal menyerah dan memusuhi segala yang ada
diluarnya, tetapi menunjukkan toleransi, kesabaran hati yang luas dalam
pelbagai masyarakat, keseganan menuntut orang dari golongan lain, dan kebesaran
hati mereka dalam waktu kegelapan.
Pada tahun 660 M. ibu kota Kerajaan Arab dipindahkan ke
Damsyik, tempat kedudukan baru Khalifah Bani Umayah. Sedangkan Madinah tetap
merupakan pusat pelajaran agama Islam; pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi
oleh adat-istiadat Yunani Rumawi Timur. Tingkat pertama saling
pengaruh-mempengaruhi dengan peradaban yang lebih tua ini tidak hanya
dilambangkan dengan dua buah monumen, yang indah sekali dari zaman Bani Umayahh
ialah Mesjid Raya di Damsyik dan Mesjid Al-Aqsa di Darusalam, akan tetapi
kemunculan tiba-tiba cara aliran-aliran baru dan pendapat yang berlawanan
dengan paham resmi di “propinsi-propinsi baru.” Akibat paling akhir dari
pertumbuhan demikian ialah perpecahan antara lembaga-lembaga agama dan duniawi
dalam masyarakat Islam. Pembelahan ini merusakkan azas duniawi Bani Umayah, dan
ditambah dengan rasa ketidakpuasan para warga negara bukan Arab, dan pecah
perang saudara diantara suku, Arab, menyebabkan jatuhnya tahun 750 M.
Dalam pada itu, perselisihan tadi menjelaskan bahwa dalam
abad yang lampau sejak wafat Muhammad saw. kebudayaan agama Islam telah
mengalami perkembangan dan konsolidasi yang luar biasa, baik, di dalam maupun
di luar Arabia. Seorang guru agama di satu pihak menunjukkan perkembangan
kebatinan pada tingkat tertinggi. Ia menyatakan inti sari yang penting dan
menghidupkan itu dengan kepribadiannya dan keyakinannya sehingga tampak pada
penganutnya sebagai wahyu kebenaran baru..
Itulah sumbangan asasi yang menentukan dari orang Arab
terhadap kebudayaan Islam baru. Terhadap peradaban materiil sokongan mereka
sedikit. Kemajuan materiil baru mulai; dengan cemerlang setelah Bani Abbas
menggantikan Bani Umayah sebagai khalifah, dan mendirikan ibu kotanya yang baru
di Baghdad dalam tahun 762 M. Masa pertama dari penaklukan wilayah luar Arabia
telah lampau, disusul oleh masa perluasan ke dalam. Abad kesembilan dan
kesepuluh Masehi menyaksikan puncak kemajuan peradaban Islam yang luas dan
usaha-usaha yang berhasil. Kerajinan, perdagangan, kesenian bangunan, dan
beberapa kesenian yang kurang penting, berkembang dengan subur waktu Persia,
Mesopotamia, Siria, dan Mesir, memberikan sokongan mereka dalam usaha serentak.
Kegiatan-kegiatan baru ini menumbuhkan kehidupan
intelektual. Sedang ilmu pengetahuan agama berkembang pada beberapa pusat baru
terbesar dari Samarqand sampai ke Afrika Utara dan Spanyol, kesusasteraan dan
pikiran dengan menggunakan sumber-sumber Yunani, Persia, dan juga India,
melebar ke jurusan baru, seringkali bebas dari tradisi Islam dan banyak
sedikitnya memberontak terhadap kepicikan dan kesempatan sistem kuno. Dengan
dorongan perluasan kaki langit alamiah, kecerdasan pikiran, keduniawian, dan
kerohanian, saling pengaruh mempengaruhi dengan hebatnya.
Sukarlah untuk menyatakan dengan singkat usaha-usaha bidang
intelektual yang bermacam-macam dalam zaman tersebut. “Ilmu pengetahuan Islam”
yang lain seperti sejarah dan ilmu bahasa, melebar hingga meliputi sejarah
duniawi dan kesusasteraan. Ilmu kedokteran dan ilmu pasti Yunani disediakan
dalam perpustakaan buku-buku terjemahan dan dikembangkan oleh sarjana Persia
dan Arab, khusus ilmu Aljabar, ilmu ukur segitiga, dan ilmu optik
(penglihatan). Ilmu bumi –barangkali yang boleh diumpamakan barometer
kebudayaan yang paling cermat– berkembang pada seluruh cabangnya, di bidang
politik, organik, matematik, astronomik, ilmu alam, dan pesiar, meluas demikian
jauh hingga meliputi negara-negara dan peradaban bangsa yang jauh letak
kediamannya.
Ilmu pengetahuan baru tersebut, boleh dikatakan hanya
mengenai jumbai-jumbai, pinggiran kebudayaan agama, pemasukan ilmu mantik, dan
filsafat Yunani, mau tidak mau menumbuhkan perselisihan paham yang tajam dan
pahit. Pertikaian ini memuncak dalam abad ketiga. Para pemimpin Islam melihat
dasar-dasar kerohanian dibahayakan oleh keingkaran halus dan cerdik paham
rasionalisme murni. Walaupun mereka akhirnya mengalahkan pelajaran yang
berpengaruh Yunani, ilmu filsafat selalu tetap harus dicurigai dalam pandangan
para alim ulama, biarpun ilmu tadi hanya dipelajari sebagai alat perbantahan
dan pembahasan. Lebih berbahaya ialah akibat kemenangan yaitu pertumbuhan dalam
kalangan ahli agama, semacam perasaan iri hati terhadap usaha para intelektual
yang bercorak murni keduniawian ataupun yang memberanikan diri ke luar dari
bidang pengawasan mereka.
Selain keutamaan segi intelektual dan fungsi dalam
pelajaran, syariat ialah alat yang paling luas pengaruhnya dan paling tepat
membentuk ketertiban sosial dan kehidupan masyarakat bagi bangsa-bangsa Islam.
Oleh karena lengkapnya, maka syariat memberi tekanan yang tidak hentinya pada
segala kegiatan pribadi dan sosial, dan mewujudkan suatu ukuran-baku yang harus
dianut lebih lama, meskipun ada rintangan kebiasaan kuno dan adat-istiadat yang
telah berlaku lama. Khusus suku nomad dan suku yang diam di pegunungan,
berlawanan. Tambahan pula, syariat memberikan pernyataan praktis dalam
memperjuangkan persatuan yang menjadi ciri Islam. Hukum tadi dalam segala pokok
yang penting adalah seragam, walaupun pelbagai mazhab berbeda dalam beberapa
pasal kecil. Pertumbuhan ini disebabkan karena cita-cita sosial dan cara hidup
di seluruh dunia Islam dalam abad pertengahan menuju arah yang sama. Syariat
lebih dalam mempengaruhi kehidupan hukum Rumawi; karena memiliki landasan agama
dan ancaman hukuman Tuhan, maka syariat adalah pengatur rohani merupakan suara
hati umat Islam dalam semua segi dan kegiatan kehidupannya.
Tugas hukum syariat ini bertambah besar artinya waktu
kehidupan politik dunia Islam lebih lama menyimpang dari keinginan Muhammad saw.
dan pengganti-pengganti beliau yaitu pemerintahan berdasarkan ketuhanan.
Keruntuhan khalifah Bani Abbas dalam abad kesembilan dan kesepuluh Masehi
membuka pintu tidak hanya bagi kehancuran politik, tetapi juga bagi perebutan
kekuasaan kerajaan oleh pangeran-pangeran setempat dan gubernur militer, terbit
dan tenggelamnya kerajaan-kerajaan yang berumur pendek, dan berkobarlah perang
saudara. Bagaimanapun hebatnya kekuatan politik dan militer kerajaan Islam itu
telah dilemahkan, gengsi moral hukum syariat lebih dijunjung dan dapat
mengutuhkan serta mengukuhkan bentuk sosial Islam sepanjang pasang surut nasib
politik Islam.
Pada akhir, abad kesepuluh Masehi, daerah Islam sedikit
lebih luas dibandingkan pada tahun 750. Semenjak diciptakan suatu peradaban besar,
memuncak kehidupan intelektual, kaya dan cerdas dalam bidang ekonomi,
dipersatukan dengan kukuh oleh syariat yang dihormati; seluruhnya merupakan
penjelmaan kekuasaan Islam rohani dan duniawi. Waktu kekuatan militernya
berkurang, maka sebagaimana juga. terjadi dengan kerajaan Rumawi enam abad
sebelumnya, kerajaan Islam berangsur-angsur dikuasai oleh bangsa-bangsa biadab
dari luar perbatasannya; dan juga seperti kerajaan Rumawi, mengenakan pada
bangsa biadab tadi agamanya, hukumnya, dan penghormatan terhadap peradabannya.
Bangsa-bangsa biadab itu ialah Turki yang berasal dari Asia
Tengah. Tekanan ke arah Barat membawa orang Bulgar, Magiar, Kumari, Pecineg ke
Rusia Selatan dan Eropa Timur, mendatangkan suku-suku lain ke Iran dan lebih ke
Barat, ke Irak, dan Anatolia. Pekerjaan pengislaman telah dilakukan, waktu
mereka masih diam di tempat asalnya di Asia Tengah; oleh karena itu, kerajaan
Sultan Turki yang didirikan di Asia Barat mula-mula hanya membawakan sedikit
perubahan yang tampak ke luar dalam kehidupan rumah tangga umat Islam. Akibat
pertama adalah perluasan militer; ke arah Tenggara menuju India Utara, ke arah
Barat Laut menuju Asia Kecil. Pada waktu yang sama, jauh di sebelah Barat, suku
Berber nomad telah membawa Islam, ke tepi dunia Afrika Negro di daerah lembah
Senegal dan Niger sedang buku-buku Arab nomad yang tidak diawasi lagi oleh
kekuasaan khalifah yang terdahulu telah merusakkan dan melengahkan pusat
peradaban yang telah didirikan oleh bangsanya sendiri sebelum di atas puing
runtuhan Afrika Romawi dan Bizantium.
.Mulai abad kesebelas Masehi, ilmu Sufi mengerahkan
kebaktian sebagian besar kegiatan kerohanian umat Islam, dan mendirikan suatu
sumber pembaharuan kepribadian yang sanggup mempertahankan tenaga kebatinan
selama abad-abad sesudahnya penuh dengan kemerosotan politik dan perekonomian.
Para ahli Sufi, baik sebagai penyiar perseorangan maupun (di
kemudian hari) sebagai anggota dalam gabungan tarekat merupakan pemimpin dalam
tugas mengislamkan orang penyembah berhala, yang tidak beragama, dan suku yang
hanya tipis sekali pengislamannya. Penyebaran agama berhasil ialah terbanyak
oleh kawan sebangsa sendiri dari suku-suku tersebut yang biasanya kikuk, buta
huruf, dan kasar. Merekalah yang meletakkan dasar-dasar yang memungkinkan
generasi kemudian menerima keadaban hukum syariat dan tauhid yang lebih halus.
Berkat pekerjaan mereka, maka dalam abad-abad berikutnya, batas-batas daerah
Islam dapat diperluas di Afrika, India, dan Indonesia, melintangi Asia Tengah
ke Turkestan dan Tiongkok, dan di beberapa bagian Eropa Tenggara
.
Perkembangan yang digambarkan di muka tadi dipercepat oleh
malapetaka yang berturut-turut terjadi di Asia Barat dalam abad ketiga belas
dan keempat belas. Penyerbuan pertama kaum Mongol penyembah berhala,
membumihanguskan propinsi-propinsi bagian Timur Laut antara 1220 dan 1225 M.
Gelombang kedua yang menduduki Persia dan Irak menamatkan khalifah Baghdad yang
bersejarah dalam 1258 M, dan memaksakan seluruh dunia Islam Timur, terkecuali
Mesir, Arabia, dan Siria, membayar upeti kepada kerajaan Mongol yang besar.
Sisa-sisanya diselamatkan oleh golongan militer terdiri dari “budak belian”
Turki dan Kipcak, kaum Mamluk, yang telah merebut kekuasaan politik di Mesir.
Di bawah pemerintahan Mamluk, peradaban Islam yang lama
langsung berkembang lebih kurang dua setengah abad dalam bidang kesenian benda
(istimewa dalam lapangan seni bangunan dan seni-kerajinan logam), tetapi
disertai kemunduran daya kerohanian dan intelek.
Pada waktu yang sama, di daerah-daerah kekuasaan Mongol
hidup kembali suatu peradaban Islam Persia yang cemerlang pada beberapa segi.
Terutama dalam seni bina dan kesenian halus, termasuk seni lukis dalam bentuk
yang sangat kecil (miniatur); kebudayaan tersebut berakar dalam kerohanian
Sufi. Meskipun kedatangan dua kali “Maut Hitam” dan mengalami serbuan Timur
Lenk dalam abad keempat belas yang menghancurleburkan Persia, namun kebudayaan
Persia mampu memberikan ragam kepada kehidupan intelektual dari
kerajaan-kerajaan Islam baru, –yang dilahirkan pada kedua sisinya– di Anatolia,
Balkan, dan India.
Perluasan kerajaan Dinasti Osman di Asia dan Afrika Utara
serta pembentukan kerajaan Mughal di India dalam abad keenam belas membawa
sebagian besar dunia Islam kebawah pengawasan pemerintahan negara keduniawian
yang kuat, memusatkan kekuasaannya yang besar. Ciri khas kedua kerajaan tadi
ialah menitikberatkan pada pandangan ahli sunah waljamaah dan hukum syariat.
Urusan agama dan urusan ketatanegaraan tidak dipersatukan karena kebijaksanaan
militer dan sipil disusun menurut garis tidak Islam yang bebas, tetapi dapat
saling menyokong akibat suatu persetujuan yang berlangsung hingga abad
kesembilan belas.
Diantara dua saluran kehidupan agama Islam tersebut, saluran
Sufilah yang lebih lebar dan dalam. Abad ketujuh belas dan permulaan abad
kedelapan belas menyaksikan puncak tertinggi tarekat Sufi. Tarekat-tarekat
besar menyebarkan suatu jalinan perhimpunan-perhimpunan dari mula hingga akhir
dunia Islam, sedang perkumpulan-perkumpulan setempat dan cabang-cabangnya
menggabungkan anggota pelbagai golongan dan kejuruan jadi umat yang bersatu
padu. Selain itu, kebudayaan Islam dalam dua kerajaan tersebut yang hanya hidup
atas warisan zaman silam, dapat memelihara, akan tetapi jarang dapat menambah
kekayaan warisan intelektual tersebut. Tokoh-tokohnya berpendapat bahwa
kewajibannya pertama ialah bukan hanya memperluas, akan tetapi memelihara,
menyatukan, dan menyesuaikan kehidupan sosial atas sendi-sendi nilai Islam.
Dalam batas-batas tersebut kadar persatuan yang telah mereka capai, dan ketertiban
sosial yang dapat dilangsungkan memang menarik perhatian.
Persatuan itu merupakan suatu kekecualian yang menyolok
mata. Dalam permulaan abad keenam belas, suatu kerajaan baru yang disokong oleh
suku Turki dan Adzerbaijan menaklukan Persia dan menghidupkan kembali Syiah
yang telah mengalami kemunduran, dan meresmikan Syiah sebagai agama resmi
Persia. Selama peperangan dengan Dinasti Osman, orang Turki dari Asia Tengah,
dan orang Mughal, yang semuanya ahli sunah waljamaah, Syiah dijadikan ciri
perasaan nasional Persia. Akibat perpecahan antara Persia dan tetangganya
penting buat semuanya. Umat Islam selanjutnya dipecah menjadi dua golongan yang
terpisah, dan hubungan kebudayaan antara dua golongan tadi, sejak itu meskipun
tidak diputuskan seluruhnya hanya dapat dilakukan serba sedikit saja. Persia
terpaksa terpencil dalam urusan politik dan agamanya mencukupi kebutuhannya
sendiri, yang akhirnya memiskinkan kehidupan rohani dan budaya mereka.
Lebih-lebih pula waktu kekuatan politiknya mundur, orang suku Afghan dalam abad
kedelapan belas melepaskan hubungan dan mendirikan suatu negara sunah merdeka.
Di Afrika Barat Daya adanya perasaan kesukuan diantara kedua
pihak, orang Arab dan Berber, menukarkan kegiatan kebudayaan. Aliran ortodoks
dan tarekat Sufi, keduanya dipengaruhi pemujaan orang-orang suci, wali yang
masih hidup setempat (“marabout”). Di Tunisia dan di beberapa kota lain,
sebagian warisan kebudayaan Spanyol Arab tetap dilanjutkan, bahkan waktu
Tunisia dan Aljazair merupakan wilayah bajak laut, setengah jajahan kerajaan
Dinasti Osman. Di Maroko di bawah sultan-sultan (yang dapat menyelamatkan
kedaulatannya hingga 1912), bahkan di Sahara Barat di bawah kepala suku-suku
yang lebih kecil, pelajaran ahli sunah yang lazim dilanjutkan, dan diperkuat
oleh pengaruh yang datang dari daerah Timur.
Di kepulauan Melayu sendiri, Islam telah beroleh tumpuan di
Sumatera dan Jawa, oleh pedagang-pedagang dalam abad ketiga belas dan keempat
belas. Agama Islam lambat laun membiak, sebagian hasil tindakan panglima militer,
tetapi lebih cepat dengan jalan perembesan damai, khusus di Jawa. Dari
Sumatera, Islam dibawa oleh para perantau ke Semenanjung Malaya; juga dari
Pulau Jawa ke Maluku. Sejak itu agama tersebut mendapat kedudukan yang lebih
kuat di seluruh kepulauan di bagian Timur hingga ke Pulau Sulu, Mindanao, dan
Filipina.
Penyebaran Islam di Tiongkok hingga kini masih terselubung
dalam kegelapan. Kelompok muslimin dalam jumlah agak besar, yang pertama
menetap di sana –barangkali dalam zaman kerajaan Mongol– dalam abad ketiga
belas dan keempat belas. Jumlahnya bertambah besar di bawah pemerintah Mancu,
biarpun ada perasaan permusuhan setempat karena pemberontakan (kadang-kadang
hebat) yang dilakukan oleh kaum muslimin. Tetapi, hingga kini tidak mungkin
menaksirkan jumlahnya.
Hasil bersih dari perluasan selama tiga belas abad ialah
Islam sekarang merupakan agama yang terutama dalam lingkungan daerah luas yang
meliputi Afrika Utara, Asia Barat, hingga bukit Pamir, kemudian ke Timur
meliputi Asia Tengah hingga
Tiongkok, dan ke Selatan ke Pakistan. Di India hanya tinggal
sepersepuluh penduduk yang beragama Islam. Di Semenanjung Malaya, Islam unggul
lagi melewati Indonesia hingga berakhir di Filipina. Di pantai Barat Lautan
India, Islam memanjang ke selatan sebagai lajur yang sempit dari pantai Afrika
hingga Zanzibar dan Tanganyika dengan beberapa kelompok hingga masuk ke Uni
Afrika Selatan. Di Eropa, kelompok-kelompok muslimin terdapat di sebagian besar
negara Balkan dan Rusia Selatan. Di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Islam
diwakili oleh kelompok imigran dari Timur Tengah.
Semua agama besar di dunia, maka Islam –sebelumnya perluasan
kegiatan misi Kristen dalam abad kesembilan belas– meliputi jumlah bangsa yang
terbanyak. Asal mulanya di tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit lain,
kemudian Islam berkembang diantara orang Iran, Kaukasus, orang kulit putih Laut
Tengah, Slavia, Turki, Tartar, Tionghoa, India, Indonesia, Bantu, dan Negro
dari Afrika Barat. Jumlah terbesar sekarang ialah muslimin dari Pakistan dan
India sebanyak 100.000.000.
Disusul oleh orang Melayu dan Indonesia sebanyak 70.000.000.
Orang Arab dan bangsa-bangsa yang berbahasa Arab menyusul dekat dengan
20.000.000. Muslimin di Asia Barat, 24.000.000, Afghanistan kira-kira
12.000.000, dan Turki (walaupun Islam bukan agama resmi, masih tetap merupakan
agama rakyat) 20.000.000. Jumlah masyarakat Islam di daerah Asia, Uni Sovyet,
di Turkestan Tiongkok, dan di Tiongkok sendiri sukar ditaksir, tetapi jumlahnya
sekurang-kurangnya 30.000.000. Jumlah muslimin di Afrika Negro dan Afrika Timur
hanya dapat ditaksir dengan kasar 24.000.000. Akhirnya, kaum muslimin di Balkan
dan di Rusia Selatan berjumlah kurang lebih 3.000.000. Oleh karena itu, Islam
dapat menuntut memiliki penganut 350.000.000, atau kira-kira sepertujuh dari
taksiran seluruh jumlah penduduk dunia.
Latihan
1.
berapa jumlah muslimin di pakistan dan india?
2.
Pada tahun 660 M ibu kota kerajaan arab di pindahkan ke daerah...
3.
Islam berkembang di bidang kesenian di bawah pimpinan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar